PALANGKA RAYA,KALTENGKITA.COM-Pada rangkaian kegiatan penutupan Festival budaya isen Mulang tahun 2022 yang digelar di Bundaran Besar Kota Palangka Raya, Minggu (22/5/2022) pagi. Ada satu kegiatan yang menarik perhatian warga dalam rangkaian penutupan festival budaya tersebut yaitu membuat kenta masal.
Adapun yang menarik perhatian warga tersebut yaitu membuat kenta dengan jumlah yang banyak, dimana diikuti sebanyak 1.043 peserta pembuat kenta. Hal tersebut berhasil mencatat rekor Muri dengan kategori jumlah pembuat kenta terbanyak.
Gubernur Sugianto Sabran yang dalam kesempatan tersebut secara resmi menutup kegiatan FBIM mengatakan bahwa mangenta selain untuk mencatatkan rekor Muri, mangenta dengan jumlah banyak tersebut salah satunya dilakukan guna melestarikan budaya nenek moyang suku dayak zaman dahulu agar tidak punah dimakan oleh zaman.
“Budaya mangenta merupakan budaya warisan nenek moyang kita zaman dahulu yang perlu kita lestarikan. Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban kita dalam menjaga dan melestarikan kearifan budaya lokal ini agar tidak terkuras atau hilang seiring kemajuan zaman. Sehingga dapat terus dikenal oleh generasi-generasi mendatang, “, kata Sugianto.
Ditempat terpisah, Plt Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya, Supriyanto melalui Kepala Bidang Pariwisata, Kuncoro Adi menyebutkan bahwa selain untuk melestarikan budaya, mangenta juga dapat dijadikan nilai ekonomis bagi industri rumah tangga dalam meningkatkan perekonomiannya.
“Kenta ini memiliki citra rasa yang enak, ini biasa jadi nilai ekonomis tersendiri bagi para pelaku UMKM karena kenta merupakan makanan khas suku dayak yang mempunyai khas tersendiri”, ujar Kuncoro Adi.
Selain itu, Kuncoro menjelaskan bawa tradisi mangenta itu sendiri bagi suku dayak menggambarkan kebersamaan, kekompakan, dan sikap gotong royong. Hal tersebut terlihat dari proses pembuatan kenta itu sendiri , dimana dalam pembuatannya biasanya dilakukan oleh 2 orang atau lebih yang membutuhkan kerja sama untuk menumbuk padi ketan menggunakan halu pada lisung yang dalamnnya berisi padi jenis ketan.“Konon ceritanya, tradisi Mangenta berasal dari nenek moyang suku Dayak Kalimantan Tengah dahulu kala atau dengan kata lain sifatnya turun temurun yang dilakukan bersama-sama yang menggambarkan sifat kebersamaan gotong royong suku dayak zaman dahulu.
Selain itu, mangenta merupakan suatu kegiatan kaum petani bersyukur atas dimulainya panen padi, pada saat musim tiba untuk menuai oleh sebab itu kearifan local seperti inilah yang perlu kita lestarikan bersama agar tidak punah”, tutup Kuncoro. (Redk-2)