JAKARTA, KALTENGKITA.COM – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kenaikan harga pangan, terutama komoditas utama yang berisiko memicu inflasi. Ini disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, yang digelar secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja, Kemendagri, Senin (11/8/2025).
Rakor tersebut turut membahas sejumlah agenda penting lainnya, seperti percepatan pembangunan ekonomi daerah, evaluasi dukungan Pemda dalam program 3 juta rumah, percepatan pembentukan Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS), serta fasilitasi sertifikasi halal tahun 2025.
Dalam paparannya, Mendagri mengungkapkan bahwa inflasi nasional pada Juli 2025 (year on year) tercatat sebesar 2,37 persen, naik dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 1,87 persen, namun masih dalam kisaran ideal 1,5–3,5 persen.
“Angka ini masih ideal. Kita ingin menjaga keseimbangan agar produsen tetap untung, namun konsumen juga tidak terbebani,” ujar Tito.
Meskipun masih dalam batas wajar, Mendagri menegaskan bahwa kenaikan inflasi bulan Juli dipicu cukup signifikan oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mencatat inflasi sebesar 3,75 persen, dengan kontribusi tertinggi berasal dari beras, bawang merah, cabai merah, dan telur ayam ras.
“Makanan dan minuman menyumbang kenaikan inflasi terbesar. Ini harus jadi perhatian semua kepala daerah,” tegasnya.
Mendagri menambahkan, Kemendagri memiliki desk khusus untuk memantau laporan pengendalian inflasi daerah melalui jalur inspektorat. Ia mengapresiasi daerah yang telah aktif mengendalikan inflasi, namun menegaskan akan turun langsung ke daerah yang belum menunjukkan upaya konkret.
“Kalau belum ada tindakan, kami akan datangi langsung untuk mendorong percepatan,” ujarnya.
Selain inflasi, Tito juga menyoroti pertumbuhan ekonomi daerah sebagai indikator utama pembangunan. Ia menyebut, beberapa provinsi mencatat pertumbuhan positif, seperti Maluku Utara dengan pertumbuhan tertinggi 32 persen, disusul Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, dan Bali.
Sebaliknya, sejumlah wilayah mencatat pertumbuhan negatif, di antaranya Papua Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Papua Barat. Di tingkat kabupaten/kota, Penajam Paser Utara, Teluk Bintuni, dan Halmahera Selatan menonjol dengan pertumbuhan tertinggi, sementara Kota Bontang (-2,51%), Pangkal Pinang (-2,3%), Kepulauan Anambas (-5,67%), dan Natuna (-3,57%) masih mengalami kontraksi.
“Kita punya data lengkap, kabupaten dan kota mana yang masih minus, dan itu jadi perhatian khusus,” ungkap Tito.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Kemendagri telah merumuskan sembilan langkah strategis yang bisa diadopsi oleh pemerintah daerah. Implementasi langkah-langkah tersebut dapat dilaporkan melalui laman kendaliekonomi.kemendagri.go.id.
“Bersama BPS, kita sudah siapkan langkah-langkahnya. Tinggal dijalankan saja oleh daerah,” tambahnya.
Rakor kali ini dihadiri sejumlah pejabat penting, antara lain Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Wakil Mendagri Bima Arya Sugiarto, Wakil Kepala BSSN Rachmad Wibowo, Plt. Deputi II KSP Edy Priyono, serta Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Bapanas Nita Yulianis. (*)