PALANGKA RAYA, KALTENGKITA.COM – Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Hj. Siti Nafsiah, memberikan penjelasan terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Mineral Bukan Logam (MBL) yang sedang digodok oleh DPRD provinsi. Ia menegaskan bahwa percepatan pembahasan Raperda ini merupakan bagian dari upaya memperkuat regulasi dan tata kelola pertambangan mineral bukan logam secara transparan dan berkelanjutan, tanpa terkait dengan kasus hukum yang tengah ditangani aparat penegak hukum.
“Pembahasan Raperda MBL ini murni untuk memperkuat kerangka regulasi pengelolaan mineral bukan logam di Kalimantan Tengah agar lebih tertib dan berkelanjutan. Tidak ada kaitannya dengan proses hukum yang sedang berlangsung,” jelas Siti Nafsiah pada Sabtu (6/9/2025).
Ia menambahkan bahwa kewenangan pengelolaan komoditas mineral seperti zirkon memang telah bergeser dari tingkat kabupaten ke pemerintah provinsi pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Perubahan status tersebut juga diperkuat melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 147 Tahun 2022 yang mengklasifikasikan zirkon sebagai Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu (MBLJT).
“Dasar hukum pengelompokan mineral ini juga diatur secara nasional dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 dan diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022. Oleh karena itu, Raperda ini penting sebagai regulasi daerah yang spesifik dan kontekstual,” paparnya.
Siti Nafsiah pun meluruskan persepsi yang berkembang bahwa Raperda tersebut sebagai respons terhadap kasus hukum terkait pertambangan zirkon. Ia menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran hukum lebih terkait dengan penyalahgunaan dokumen dan prosedur dalam aktivitas pengangkutan dan penjualan hasil tambang.
“Perusahaan yang terlibat memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP), namun diduga melakukan pembelian hasil tambang dari masyarakat tanpa sumber jelas dan menjualnya dengan dokumen resmi perusahaan, bahkan tanpa surat angkut yang sah,” katanya.
Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan urgensi penguatan regulasi dan pengawasan agar praktik-praktik yang merugikan daerah tidak terulang.
“Raperda ini akan menjadi payung hukum yang kuat untuk menjamin pengelolaan sumber daya mineral dilakukan secara transparan, legal, dan memberikan manfaat maksimal bagi daerah dan masyarakat,” tutupnya optimis.
Dengan pembahasan Raperda yang semakin matang, Kalimantan Tengah berpeluang memiliki tata kelola pertambangan mineral bukan logam yang lebih modern, tertib, dan berdaya saing tinggi demi pembangunan daerah yang berkelanjutan. (*)












