Minum Obat Tanpa Ikuti Anjuran Dokter Picu Resisten Antibiotik

KALTENGKITA.COM-Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengajak masyarakat disiplin dalam mengonsumsi obat. Asal minum obat terutama antibiotik tanpa anjuran resep dan sesuai dosis dari dokter, bisa memicu resistensi atau tak mempan terhadap obat di kemudian hari.

Dante mengatakan, prevalensi kasus resistensi antibiotik akibat mikroba terus meningkat. Saat ini, 1,27 juta orang meninggal setiap tahun karena infeksi yang resistan terhadap obat.

Sejak penemuan antimikroba 70 tahun lalu, jutaan orang telah terhindar dari penyakit. Potensi antibiotik untuk mengobati atau mencegah penyakit telah menyebabkan peningkatan penggunaan sampai pada titik di mana obat tersebut disalahgunakan, diperoleh tanpa resep dokter, dan sering disalahgunakan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Akibatnya, muncul masalah resistensi antibiotik akibat mikroba (AMR) yang berevolusi.

”Dampak luas AMR terus meningkat secara diam-diam di berbagai sektor termasuk ekonomi. Para ahli memperkirakan AMR dapat menyebabkan PDB tahunan global turun 3,8 persen pada 2050. Kita harus mencegah hal ini terjadi dan membuat perubahan yang langgeng,” ungkap Wamenkes Dante pada pembukaan Side Event HWG ke-3 dalam kerangka G20 yang membahas masalah AMR di Bali dalam keterangan resmi Kemenkes, Jumat (26/8).

Dampak Resisten Antibiotik

AMR dapat menyebabkan sulitnya proses pengobatan. Semakin banyak penyakit yang tidak dapat diobati, perawatan penyelamatan jiwa menjadi jauh lebih berisiko dan biaya perawatan kesehatan meningkat.

”Dalam semangat memperkuat arsitektur kesehatan global, kita harus memfokuskan kembali upaya kita untuk mengatasi AMR,” ujar Dante.

Setiap negara, kata dia, bisa bersama-sama menahan AMR melalui sejumlah upaya yang bisa dilakukan, antara lain melalui pendekatan one health, peningkatan surveilans AMR, peningkatan kapasitas laboratorium dan diagnostik. Pengawasan lintas sektoral untuk penggunaan dan konsumsi antimikroba sangat penting untuk memahami dan memantau AMR.

Data yang memadai juga mempengaruhi pengambilan di tingkat nasional, regional, dan global. Peningkatan penelitian dan pengembangan AMR juga harus dilakukan, terutama pada obat-obatan baru, vaksin, terapeutik, dan diagnostik (VTD), termasuk layanan diagnostik antimikroba.

”Begitupun dengan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dilakukan lebih luas,” ujar Dante.

Menurut dia, upaya lain dilakukan dengan meningkatkan investasi di bidang penelitian, peningkatan kapasitas, dan pemanfaatan teknologi. ”AMR mengancam kesehatan, ekonomi, dan pencapaian SDGs. Untuk menumbuhkan kapasitas penelitian dan pengembangan global, kita harus mengamankan pendanaan yang cukup dan berkelanjutan,” terang Dante.

Sama seperti Covid-19, Wamenkes Dante menilai, AMR dapat berpotensi menjadi pandemi jika tidak diatur penggunaan antibiotik. Penting untuk menerapkan kebijakan, undang-undang, dan komitmen terus-menerus untuk memastikan tanggung jawab akses dalam penggunaan antimikroba.

”Kami berharap kepada negara-negara anggota G20 untuk memperkuat langkah-langkah pencegahan dan pengendalian AMR yang berkelanjutan di tingkat nasional dan global. G20 adalah forum yang ideal untuk melakukan ini,” tutur Dante. (Redk-2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *